Bertepatan pada tanggal 8 Agustus 2020, berlokasi di Desa Ngreco, Kec. Tegalombo, Kab. Pacitan, Provinsi Jawa Timur. Bersama lima mahasiswa dari kampus putih Universitas Muhammadiyah Malang, yang masing-masing anggota kelompoknya berasal dari lintas jurusan.
Arma Novryan Seto M. (FEB/Akuntansi) selaku ketua koordinator kelompok, Anisa Falerie Hawa N. (FPP/Kehutanan), Nuni Sanjiwani (FEB/Manajemen), Farah Maulida Rahma (FAI/Pendidikan Agama Islam), dan Dini Nursafitri (FAI/Pendidikan Agama Islam). Dengan mengangkat tema kegiatan berjudul "Pemberdayaan Masyarakat Lokal Dalam Budidaya dan Pemasaran Tanaman Porang (Amorphophallus Muelleri)".
Bapak Sutikno, selaku Kepala Dusun Krajan mengatakan bahwa "tanaman porang bukanlah penghasilan utama di Dusun ini, tetapi menjadi salah satu pendapatan yang sangat berpengaruh dalam membantu ekonomi masyarakat setempat kami dari tanaman porang tersebut. Maka, kami selaku pimpinan desa beserta warga desa setempat mengupayakan penambahan penghasilan ekonomi masyarakat setempat melalui budidaya porang ini".
Hal senada dibicarakan pula oleh Bapak Ketua Umum Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN), bahwa "iles-iles (nama lain dari porang), merupakan tanaman penghasil umbi yang aman untuk dikonsumsi dan mempunyai benefit baik terutama dalam bidang industri dan kesehatan, karena terdapat gizi di dalam kandungan tepung umbinya (glucomannan). Porang juga terbukti menghasilkan karbohidrat dan tingkatan panen yang tinggi nilainya."
Permintaan yang terhitung tinggi dari pasaran pun menjadi penyebab tanaman porang bisa mencapai harga jual yang terbilang lumayan menguntungkan bagi pedagangnya. Harga tanaman porang jika ia panen basah ialah kisaran Rp 10.000-15.000 per kilogram. Namun jika sudah dijemur dan dikeringkan, akan menjadi chip porang, harganya bisa mencapai Rp 55.000-65.000 untuk per kilogramnya. Anisa Falerie, salah satu anggota Kelompok 17 selaku pemateri dalam kegiatan pembukaan juga menuturkan bahwa "Satu tanaman porang harga jualnya adalah Rp 2.500 untuk satu umbi saja dengan berat 4 kilogram, dan dalam hitungan normalnya kisaran 100 pohon tanaman porang bisa mencapai hasil Rp 1 juta."
Dalam kegiatan pembukaan, Kelompok 17 juga menyampaikan inovasi baru mengenai cara membudidayakan tanaman porang dengan nilai ekspor tinggi hingga bisa meraup rupiah yang tinggi pula. Anisa menuturkan bahwa, "Porang dapat tumbuh di jenis tanah apa saja. Sebab, porang dapat tumbuh dengan baik di tanah yang memiliki naungan (di bawah pohon jati, mahoni dan sengon). Teknik perkembangbiakan porang ialah dengan menggunakan biji dan porang akan berbunga sekitar hitungan 4 tahun. Lalu, bunga tersebut akan berubah menjadi buah dan kemudian menghasilkan biji yang bisa dikembangbiakan pada musim hujan". Anisa menuturkan lagi, bahwa "ada cara lain yaitu dengan menggunakan umbi. Umbi porang yang telah dipanen sebelumnya, dapat ditanam kembali. Porang cukup ditanam sekali pada lahan di sekitar pohon jati yang rindang, lalu sisanya tinggal melakukan pemeliharaan dan memanen. Umbi akan tumbuh lagi setelah panen dengan meninggalkannya dilubang semula".