Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) mulai melakukan recovery salah satu warisan dunia yang ada di Bali dan telah memperoleh pengakuan dari UNESCO yaitu Subak. Lokasinya di Kabupaten Tabanan dekat Tanah Lot.
Subak itu sistem irigasi yang khas yang ada di Bali. ”Ketika kita masuk ke sana itu tidak hanya sekedar irigasi tetapi semua hal yang berkaitan dengan itu”, kata Prof. Dr., Ir., Indah Prihartini, M.P, salah satu anggota tim Subak dari Fakultas Pertanian dan Peternakan (FPP) UMM. Menurutnya Subak itu ada aspek budaya, teknologi, ekonomi, dan masyarakat.
Dan subak itu tidak hanya di satu desa. Untuk sementara, yang ditangani oleh UMM adalah Subak Bengkel yang berada di dua desa, di Kecamatan Kediri, Kebupaten Tabanan. Kedua desa itu seluas 329 hektar.
Emergensi apa melakukan recovery terhadap Subak itu? Menurut Dosen FPP itu, Subak Bengkel itu secara kelembagaan dan lokasinya sangat bagus. ”Kelembagaannya sangat kuat, dan kedua lokasinya dalam bentuk hamparan. Salah satu subak yang tidak pernah kekurangan air. Subak itu tergantung pada aliran air. Aliran air itu mengalir dari hulunya di mana, terus sampai ke hilir. “Itu alasannya kita ke sana”, tegasnya.
Subak ini saat ini sudah mengalami degradasi secara budaya, ekologi, dan hidrologi untuk pengairan, bahkan juga teknologi. Untuk pengelolaan subak itu, kita tidak hanya mengurusi pertanian, tetapi juga budaya dan religi. Yang budaya dan religi masih kuat di pegang teguh oleh pekaseh (pengelola) subaknya.
Menurutnya, saat ini lahan Subak itu telah tergerus. ”Pemilik lahan sekarang ini kan keturunannya dari para-tetua subak”. Sehingga banyak lahan-lahan yang sudah berpindah fungsi, seperi hotel dan pembangunan rumahan.
Sesepuh mereka sebetulnya menggunakan aturan-aturan secara budaya dan religi dalam mengelola Subak. Kenapa mereka menggunakan religi? ”Supaya taat aturannya di taati”, jelas Indah. Penjelasan budaya tidak cukup karena pasti akan berubah. Sekarang ini petani tidak lagi seperti dulu. Kalau dulu kan sangat tergantung kepada kearifan lokal.
Selain itu, intensitas penggunaan bahan kimia pupuk kimia maupun pestisida oleh pemilik lahan telah mengganggu ekosistem dan rusak ekosistemnya. Musuh-musuh alami yang tadinya bisa hidup dan nyaman di situ untuk menjadi predator untuk hama penyakitnya. Ekosistem itu juga tanaman. Ada beberapa tanaman yang dulu menjadi sarang hewan-hewan yang berguna untuk keseimbangan agro ekosistem. Itu juga punah.
Di Tabanan itu khususnya di subak itu ada satu upacara. Sebelum dia membalik lahan, atau membajak lahan, mereka harus mencari 108 tanaman air yang hidup di pinggiran tegalan-tegalan. ”Ternyata tanaman air itu setelah saya lihat berguna sebagai keseimbangan”, kata Indah.
Hal-hal seperti itulah yang perlu direcoveri oleh tim Subak dari UMM bekerjasama dengan Pemerintah Tabanan dan masyarakat.